Rabu, 20 Juni 2012

Hakim: Unjuk Rasa Wajib Jaga Ketertiban

Penangkapan dan penahanan yang dilakukan polisi terhadap mahasiswa peserta demo adalah sah. Demonstrasi dalam rangka menyampaikan pendapat memang dilindungi UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Tetapi bagaimanapun, demo mahasiswa harus dilakukan sesuai ketentuan perundang-undangan. Peserta demo juga wajib menjaga ketertiban umum.

Demikian intisari pertimbangan hakim tunggal Sukoharsono menjawab permohonan praperadilan yang diajukan Tim Advokasi Gerakan Rakyat (Tegar). Sukoharsono meloloskan lima pihak, mulai dari Kapolri Timur Pradopo hingga penyidik Polda Metro Jaya, Reynold EP Hutagalung, dari permohonan praperadilan Tegar.

Hakim menolak permohonan itu dengan dalih penangkapan dan penahanan M. Agung Septiadi Tuanany sudah sah. Surat penangkapan dan penahanan mahasiswa peserta aksi demo menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) itu sudah sesuai hukum. “Menyatakan menolak permohonan pemohon praperadilan seluruhnya,” ujar Sukoharsono dalam sidang di PN Jakarta Selatan, Selasa (19/6) kemarin.

Dalam pertimbangan, Sukoharsono mengingatkan demo boleh-boleh saja tetapi harus menjaga ketertiban umum, menjaga persatuan dan kesatuan. Secara prosedural, peserta demo wajib memberitahukan aksi menyatakan pendapat di muka umum itu kepada kepolisian. Jika tidak, polisi berwenang membubarkan aksi demo, termasuk demo 29 Maret 2012 lalu.

Faktanya, urai hakim, pemohon praperadilan tak bisa menunjukkan bukti surat pemberitahuan demo. Kesalahan pemohon bukan saja tak memberitahukan demo ke polisi, tetapi juga anarkisme yang terjadi di Jalan Diponegoro Jakarta Pusat. Terbukti, gara-gara perbuatan anarki, Kapolsek Senen mengalami patah tulang. Jika demikian, maka polisi boleh bertindak, termasuk menangkap dan menahan peserta demo yang melakukan anarki. Sesuai Pasal 17 KUHAP, polisi berwenang menangkap seseorang berdasarkan bukti permulaan yang cukup.

KUHAP memang tak menyebutkan secara rinci pengertian ‘bukti permulaan’. Karena itu, hakim Sukoharsono merujuk Pasal 183 KUHAP yang menyebutkan penyidik berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap suatu perkara. Dalam proses penyelidikan dan penyidikan itulah bisa ditemukan bukti. “Alat bukti yang sah itu minimal adanya keterangan saksi, tersangka dan ahli,” urai Sukoharsono.

Menurut hakim, polisi sudah memenuhi prosedur penangkapan dan penahanan. Termasuk memberitahukan penangkapan itu kepada orang tua Agung Septiadi. Perpanjangan masa penahanan pun sudah dilakukan sebagaimana mestinya.

Anggota Tegar, Octavianus Sihombing, menyatakan menghormati putusan pengadilan. Cuma, ia menyayangkan kesimpulan hakim yang menyebut Agung Septiadi sebagai pembakar bendera saat aksi demo berlangsung. Sihombing yakin pelakunya adalah orang lain.

Terkait langkah hukum atas putusan itu, Tegar belum menentukan sikap resmi. “Kami pikir-pikir dulu untuk banding,” pungkasnya.

Sumber : http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4fe13b1952722/hakim--unjuk-rasa-wajib-jaga-ketertiban

Kamis, 14 Juni 2012

PK Solusi Buat Terpidana In-absentia



Peninjauan Kembali (PK) merupakan upaya hukum luar biasa yang bisa ditempuh Sherny Konjongian untuk memperjuangkan hak-haknya. Kasus dan proses hukumnya tidak mungkin dimulai dari awal lagi meskipun Sherny merasa hak-haknya sebagai terdakwa tidak dipenuhi selama persidangan.
Demikian intisari pandangan dosen hukum acara pidana Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, Adami Chazawi. Adami diminta tanggapan kemungkinan membuka kembali kasus Sherny setelah terpidana 20 tahun ini berhasil dipulangkan ke Indonesia. “Hanya PK yang bisa dilakukan,” kata Adami kepada hukumonline.
Pengacara Sherny Konjongian, Afrian Bondjol mengatakan salah satu alternatif upaya hukum yang bisa diajukan kliennya adalah membuka kembali kasus ini. Sebab, Sherny diadili secara in-absentia sehingga hak-hak terdakwa belum dipenuhi seluruhnya. Sherny belum memberikan keterangan. Demikian pula saksi atau ahli yang meringankan bagi terdakwa.
Afrian mengaku tim kuasa hukum Sherny sudah melayangkan surat ke Mahkamah Agung, dan tinggal menunggu jawaban. Afrian berdalih proses peradilan pidana bertujuan mencari kebenaran materiil. Kebenaran materiil bisa diperoleh jika terdakwa diperiksa dan dimintai keterangan. “Sekarang terdakwanya sudah ada,” ujarnya.
Sherny dihukum 20 tahun penjara karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama Hendra Rahardja dan Eko Edi Putranto. Sherny tak bisa dihadirkan jaksa dalam persidangan meskipun sudah dipanggil secara patut. Kalau sudah dipanggil secara patut tetapi terdakwa tak mempergunakan kesempatan itu untuk membela diri, maka terdakwa tak bisa menuntut kasusnya dibuka lagi dari awal. “Walaupun tidak hadir dan sudah berkekuatan hukum tetap, tetap tidak bisa,” tegas Adami.
Adami Chazawi berpendapat PK merupakan jalan bagi Sherny jika ingin menempuh upaya hukum. Afrian Bondjol juga membenarkah opsi mengajukan PK. Ia yakin kliennya tidak bersalah karena merupakan seorang profesional yang bekerja di Bank Harapan Sentosa. Kepastian tentang langkah hukum yang akan ditempuh masih didiskusikan antara Sherny dan tim kuasa hukum.
Dalam konstruksi KUHAP, PK adalah upaya hukum luar biasa untuk memeriksa kembali suatu putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Pasal 263 ayat (1) memberikan hak mengajukan PK kepada terpidana atau ahli warisnya.  Permohonan PK diajukan ke Mahkamah Agung melalui Pengadilan Negeri asal pemutus perkara.
Keberatan
Putusan tanpa hadirnya terdakwa atau in-absentia bisa menimbulkan masalah hukum di kemudian hari. Bukan hanya klaim hak-hak hukum terdakwa yang tidak dipenuhi, tetapi juga kemungkinan keberatan dari orang lain.
Salah satu ‘yurisprudensi’ yang memutus persoalan keberatan gara-gara sidang in-absentia adalah putusan Mahkamah Agung No. 1721 K/Pid/2011. Robert Tantular mengajukan keberatan atas perampasan aset-asetnya berdasarkan putusan pengadilan yang menghukum Rafat Ali Rizvi dan Hesham al-Waraq. Rafat, Hesham dan Robert pernah sama-sama di Bank Century. Dalam putusan PN Jakarta Pusat, Desember 2010, ketiganya dianggap melakukan tindak pidana bersama-sama. Itu sebabnya aset-asetnya dirampas.
Robert Tantular berkeberatan atas perampasan asetnya, sehingga ia melakukan perlawanan. Namun dalam putusan, majelis hakim agung beranggotakan Artidjo Alkostar, Sofyan Sitompul, dan Achmad Yamanie, menolak permohonan kasasi Robert Tantular. Ini berarti keberatan Robert ditolak.